World Health Organization atau WHO telah mengumumkan adanya virus varian baru dari COVID-19 yang disebut sebagai varian mu atau B.1.621. Data awal menunjukkan bahwa varian ini kebal terhadap vaksin COVID-19, mirip dengan varian beta, yang diketahui lebih mematikan daripada varian lainnya.

Varian Mu pertama kali teridentifikasi di Colombia pada Januari 2021, tetapi baru diumumkan sebagai varian yang perlu mendapat perhatian pada September. Amerika Serikat sendiri telah melaporkan kasus Varian Mu sudah tersebar di Amerika Serikat. Tercatat lebih dari 2.000 kasus telah terjadi di negeri Paman Sam tersebut.

Sejak pandemi COVID-19 pada bulan Maret 2020, WHO telah melacak beberapa varian dari virus corona. Beberapa varian yang perlu dikhawatirkan di antaranya ada alpha, beta, delta dan gamma. Varian lain yang mendapat perhatian WHO adalah mu, eta, iota, kappa dan lambda.

Varian alpha diketahui memiliki risiko lebih tinggi 48%. Sedangkan varian beta lebih meresahkan.

“Infeksi dari varian beta memiliki risiko penyakit parah dan kritis yang lebih besar, serta memiliki risiko kematian lebih tinggi. Dibandingkan varian alpha, varian beta menimbulkan risiko lebih tinggi 24% penyakit parah, risiko kritis 49% lebih tinggi dan 57% lebih tinggi risiko kematiannya,” kata peneliti.

Di Indonesia sendiri, Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa virus varian Mu ini belum terdeteksi di Indonesia.

“Kami sudah melakukan genom sekuenaing terhadap 7.000 orang di seluruh Indonesia dan belum terdeteksi adanya varian Mu,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono.

Menurut Dante, semakin lama pandemi berlangsung dna kasus berkembang, virus akan terus melakukan mutasi dan modifikasi. Ia berharap varian Mu abortif seperti varian Lambda yang ditemukan di Peru.

“Menurunnya kasus yang ada di tempat kita bukan membuat kita menjadi terlena, akan tetapi inilah saatnya kita melakukan penguatan terhadap ketahanan medis,”kata Dante. Ia menilai kekuatan ketahanan medis penting, karena di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris dan Israel, mulai terjadi kenaikan kasus lagi, meski angka vaksin sudah cukup tinggi.

Dante menganjurkan rumah sakit untuk berbenah memperbaiki kualitas, mengefisiensikan kembali protokol pengamanan, serta mengevaluasi pengobatan COVID-19, selagi terjadi penurunan kasus seperti saat ini.

“Sehingga, ke depannya kalau kita menangani kasus-kasus yang ebrat, kita akan mendapat protokol yang lebih baik,” katanya.

 

Sumber : berbagai sumber | percayasaja.com