Penindasan terhadap orang-orang Kristen semakin memuncak. Selain di India, baru-baru ini terjadi penyerangan di Negara Bagian Kaduna di Nigeria barat laut pada pagi hari, di sebuah desa Kristen yang dilakukan oleh para gembala bersenjata dari Fulani, menurut sebuah laporan. Sepuluh orang meninggal dalam serangan tersebut, termasuk salah satunya adalah seorang gadis berusia tiga tahun.

Gadis itu, yang diidentifikasi sebagai Elizabeth Samaila, menderita beberapa luka parang di kepalanya. Dia meninggal di rumah sakit pada hari Kamis, sehari setelah serangan terhadap komunitas Tudun Agwalla di Wilayah Pemerintah Daerah Kajuru, menurut laporan dari Christian Solidarity Worldwide yang berbasis di Inggris. Kesembilan orang yang meninggal lainnya juga dikuburkan secara massal pada hari Kamis.

Apa yang khususnya tidak dapat diterima adalah bahwa kematiannya adalah yang terbaru terjadi dalam serangkaian serangan yang terus berlanjut,” kata Kepala Eksekutif CSW Mervyn Thomas. “Kaduna Selatan terus diubah menjadi ladang pembunuhan, baik karena kegagalan pemerintahan yang parah, atau ketidakpedulian resmi dan persetujuan.

Para gembala Fulani secara rutin menyerang secara brutal komunitas pertanian yang mayoritas beragama Kristen tersebut. Sementara beberapa orang percaya para penggembala nomaden itu melancarkan serangan ketika mereka mencari padang rumput. kaum radikal menargetkan desa-desa Kristen dengan cara yang sama seperti kelompok teror bernama Boko Haram yang meneror wilayah utara negara itu.

Dalam sebuah laporan khusus, berjudul “Nigeria: Ladang Pembunuhan Orang-orang Kristen yang Tidak Berdaya,” yang dirilis awal tahun ini, organisasi nonpemerintah yang bermarkas di Anambra, Masyarakat Internasional untuk Kebebasan Sipil dan Peraturan Hukum (Intersociety) memperkirakan sekitar 11.500 orang Kristen telah terbunuh di Nigeria sejak tahun 2015 oleh gembala Fulani, Boko Haram, dan bandit raya. Perkiraan baru-baru ini oleh Intersociety menunjukkan bahwa lebih dari 620 orang Kristen telah terbunuh di Nigeria sejauh ini pada tahun 2020.

Tekanan internasional sekarang harus ditanggung negara dan otoritas federal untuk memastikan perlindungan bagi komunitas rentan ini, dan bahwa tindakan efektif diambil untuk melucuti semua angkatan bersenjata dan membawa para pelaku kekejaman mengerikan ini ke pengadilan,” Kata Thomas.

Tahun lalu, 2 anggota Komunitas Adara, sebuah sebuah kelompok etnis mayoritas Kristen di negara bagian Kaduna Selatan, berbagi pengalaman mereka dalam sebuah acara yang diadakan oleh Heritage Foundation.

Saat ini, sukuku tidak ada secara hukum,” kata Alheri Magaji, anak perempuan dari pemimpin Komunitas Adara. “Alasan mengapa aku di sini adalah untuk mencoba mengambil tanahku kembali.

Orang-orang saya terdampar. Mereka benar-benar tidur di bawah langit di lantai. Tanpa rumah, tanpa makanan, tidak ada apa-apa. Ini bukan soal bahan bantuan dan berapa banyak yang bisa kita sumbangkan. Ini tentang meminta pertanggungjawaban pemerintah,” lanjut Magaji.

Magaji mengenang peristiwa pada bulan Februari di mana gembala Fulani datang ke kota Kajuru, dengan 400 orang-orangnya yang membawa senjata AK-47 pada pukul 6.30 pagi. “Mereka datang dengan lagu perang. Mereka menyanyikan lagu ‘pemilik tanah telah datang. Sudah waktunya bagi pemukim untuk pergi,” kenangnya.

Nigeria ditambahkan ke daftar pengawasan khusus oleh Departemen Luar Negeri A.S. yang berisi negara-negara yang terlibat dalam atau mentolerir pelanggaran berat kebebasan beragama dan peringkat sebagai negara terburuk ke-12 di dunia untuk penganiayaan Kristen oleh Open Doors USA.