Beberapa waktu lalu, drama korea It’s Okay To Not Be Okay menjadi trending dan marak dibicarakan di media sosial. Drama ini menceritakan orang-orang yang berjuang pulih dari trauma dan luka masa kecil akibat pola asuh orang tua yang tidak tepat.

Pada dasarnya, hampir setiap orang memiliki masalah secara psikologis, namun tidak semuanya membutuhkan perawatan. Hanya orang-orang yang memiliki tingkat yang parah yang membutuhkan perawatan. Bahkan orang yang terlihat baik-baik saja dan terlihat selalu mempedulikan orang lain, ternyata juga memiliki luka terhadap orang tuanya yang belum ia bereskan seperti tokoh bernama Moon Gangtae.

Sebagian besar masalah mental yang dialami seseorang disebabkan oleh pola asuh dalam keluarga. Misalnya orang tua adalah pelaku kekerasan di dalam rumah, tidak dapat dipungkiri jika ketika sang anak telah dewasa, ia juga adalah pelaku kekerasan. Karena anak meniru apa yang dilakukan orang tua.

Dalam drama It’s Okay To Not Be Okay, orang tua dari kedua tokoh utama melakukan kesalahan dalam mendidik anak-anaknya, yaitu :

Menggunakan kekerasan fisik untuk mendidik anak

Pada cerita masa kecil, tokoh utama yang bernama Go Moon Young dididik dengan kekerasan fisik. Ketika Go Moon Young tidak mendengarkan perkataan ibunya, sang ibu akan memarahinya dan melakukan kekerasan fisik. Selain itu, sang ayah juga kerap memperlakukannya dengan kasar, bahkan sang ayah hampir membunuhnya.

Luka itu terus terbawa hingga ia dewasa. Bahkan ia selalu bermimpi buruk dan menjadi pribadi yang anti sosial karena sang ibu selalu melarangnya untuk bersosialisasi dengan orang lain. Sang ibu mengatakan bahwa orang lain tidak layak untuk Go Moon Young yang cantik dan kaya. Akibatnya, selain tumbuh menjadi pribadi yang antisosial, ia juga memiliki harga diri yang tinggi, bersikap arogan dan berperilaku aneh.

Selain itu, ada juga seorang pasien yang memiliki kepribadian ganda karena kekerasan fisik yang diterima dari orang tuanya.

Di Indonesia sendiri, mendidik anak dengan kekerasan fisik dianggap biasa dan justru dinilai baik untuk mendisiplinkan mereka agar mereka jera. Namun, kita harus tahu bahwa tindakan seperti ini dapat menimbulkan luka di hati anak.

Menuntut anak mengambil tanggung jawab sebelum waktunya

Pada cerita tokoh utama pria, Moon Gang Tae dituntut untuk dewasa sebelum waktunya. Sang ibu meninggal di usianya yang masih sangat muda dan meninggalkannya berdua dengan kakaknya yang autis. Sebelum itu, sang ibu telah menuntutnya untuk menjaga sang kakak dan tidak boleh meninggalkannya. Moon Gang Tae kecil tidak dapat menikmati masa kecil seperti anak lainnya.

Didikan sang ibu sangat berhasil karena hingga dewasa, Moon Gang Tae tidak pernah meninggalkan kakaknya dan menomor satukan kakaknya. Tetapi tekanan yang dialami Moon Gang Tae sebenarnya juga membuatnya depresi dan menganggap bahwa hidupnya tidak berarti selain menjaga kakaknya. Ia tidak bisa mengekspresikan keinginannya. Ia juga dituntut selalu bahagia dan baik-baik saja karena kakaknya, Moon Sang Tae yang autis tidak boleh melihatnya bersedih.

Mengistimewakan saudara yang lain

Memiliki anak itu adalah anugerah. Namun, memiliki anak lebih dari satu tentu kesulitannya juga bertambah. Secara tidak sadar, orang tua memperlakukan anak-anaknya berbeda. Misalnya mengistimewakan anak laki-laki daripada anak perempuan, atau mengistimewakan anak yang mendapatkan nilai lebih tinggi. Mungkin orang tua tidak menyadari, tetapi anak dapat merasakan perlakuan yang berbeda.

Seperti tokoh Moon Gang Tae yang merasa kalau ibunya lebih mencintai kakaknya. Sang ibu memarahi Moon Gang Tae yang pulang terpisah dengan kakaknya karena Moon Gang Tae mengikuti ujian bela diri.

Bagaimanapun, seorang anak ingin dicintai oleh orang tuanya. Walaupun ia memiliki pribadi yang keras, seperti Go Moon Young yang cuek terhadap ayahnya, sebenarnya ia sangat merindukan kasih sayang dari ayahnya. Ia takut kehadirannya membuat ayahnya justru tantrum. Seorang anak pasti ingin mendengar ungkapan cinta dari orang tuanya. Orang tua, sampaikan rasa cintamu kepada anak, terutama dalam perkataan. Karena ungkapan dengan perkataan, berbicara langsung kepada anak.

Mempedulikan sang anak

Pada episode awal drama It’s Okay To Not Be Okay, diceritakan seorang laki-laki yang memiliki masalah mental karena ia yang paling bodoh dari semua saudara-saudaranya. Seluruh keluarganya tidak ada yang menerimanya. Kemudian ia sering berbuat ulah, hingga keluarganya mengasingkannya ke rumah sakit jiwa karena dianggap mempermalukan keluarga. Pada suatu waktu, ia berulah di kampanye sang ayah. Ia memperkenalkan dirinya yang tidak diketahui orang lain dan mengatakan semua yang dilakukan keluarganya terhadapnya. Terakhir, sang ibu menamparnya dan mengatakan bahwa ia tidak diinginkan.

Namun yang menarik adalah, sang anak justru merasa sang ibu mencintainya, karena itulah ia ditampar. Perlakuan keluarganya yang tidak mempedulikannya, tidak menganggapnya ada, justru membuatnya berulah dengan maksud agar ia diperhatikan. Ia mengatakan bahwa tamparan sang ibu tidak membuatnya benci kepada ibunya, tetapi menyadarkannya bahwa ia disayang. Selain itu, menurut dokter yang merawatnya, kondisi sang anak justru membaik setelah kejadian itu.

Tidak ada seorangpun yang ingin diabaikan, dianggap tidak ada. Karena itu, apapun keadaan anak-anak kita, jangan kita menyerah dengan mengabaikannya. Tetap sayangi mereka dan berikan dukungan kepada mereka. Kita tidak pernah tahu bahwa mungkin dukungan kitalah yang paling mereka perlukan.

 

Sumber : percayasaja.com | Ren