Dampak dari peristiwa kudeta di Myanmar beberapa waktu lalu, ternyata umat Kristen di Myanmar mengaku masih terus dihantui rasa takut. Mereka meminta dukungan doa dari umat Kristen di seluruh dunia.

“Rasanya harapan kami dirampas. Saya tidak bisa tidur dan saya berdoa Tuhan di malam itu. Impian, harapan, tujuan dan kebebasan kami direnggut. Hidup kami penuh dengan kesedihan, ketakutan dan penuh masalah di bawah pimpinan rezim militer. Banyak orang menderita karena perang. Kami tertekan akibat kudeta militer karena kami berharap terjadi gencatan senjata,” ungkap Pendeta Zay yang tinggal di wilayah Rakhine State.

Sebelumnya, Myanmar telah mengalami begitu banyak kehancuran sebagai akibat perang saudara.

Perang saudara itu memakan waktu hingga 70 tahun yang mencuat sejak tahun 1948. Sampai sekarang pun konflik masih berkecamuk di Kachin serta Shan, meski belum lama ini mereka melakukan gencatan senjata. Selama 49 tahun Myanmar berada dalam pimpinan militer hingga kemudian pada tahun 2011, junta militer Myanmar mundur. Baru 4 tahun lalu, Myanmar melakukan pemilu pertama sebagai negara demokrasi dan Aung San Suu Kyi menang telak.

Perang saudara ini secara langsung mempengaruhi kehidupan orang-orang Kristen yang tinggal di wilayah Chin, Kachin dan Karen. Mereka sering mengalami penganiayaan dari kelompok pemberontak ataupun kelompok militer yang memiliki pandangan yang berbeda dengan pemerintah.

Ketegangan yang terjadi di Myanmar semakin memburuk saat pasukan militer menangkap  Aung San Suu Kyi dan presiden Win Myint. Mereka ditangkap atas tuduhan manipulasi pada pemilihan presiden sebelumnya. Pasukan militer Myanmar menempatkan mantan Jenderal dan anggota partai militer ke dalam posisi-posisi kunci di pemerintahan baru mereka, termasuk keuangan, budaya dan agama.

Kondisi ini tentu akan membuat gereja di Myanmar kesulitan sebab orang-orang militer Myanmar selalu menganiaya umat Kristen. Pasukan militer Myanmar sering menyerang desa-desa yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Selain itu, mereka juga sering merusak gereja-gereja yang ada.

“Sekarang tentara berkuasa sepenuhnya, tanpa struktur parlemen, debat dan dialog. Itu artinya, kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada kaum minoritas,” kata Julia Bicknell, analis dari Open Doors.

Setelah saluran telepon dan internet kembali pulih setelah dinon-aktifkan saat peristiwa kudeta beberapa waktu lalu, masyarakat Myanmar mulai membagikan kondisi yang mereka alami. Mereka mengatakan bahwa mereka mulai dapat tenang, tetapi sebagian lain masih ketakutan.

Mereka mengaku menyaksikan sendiri pasukan militer menjaga ketat di beberapa tempat. Ribuan warga memberanikan diri bersatu turun ke jalan menentang tindakan yang dilakukan pasukan militer. Masyarakat berharap tindakan ini dapat membuat pasukan militer Myanmar melakukan gencatan senjata.

Sementara itu, Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden mengambil tindakan tegas terhadap militer Myanmar (atau Burma) yang melakukan kudeta. Ia akan memberikan sanksi pada pejabat militer Myanmar dengan membekukan akses aset yang berbasis di Amerika Serikat. Ia mendesak agar militer Myanmar membebaskan Aung San Suu Kyi dan presiden Win Myint.

 

Sumber : berbagai sumber | percayasaja.com