“Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi.” (Amsal 29:25)

Setiap kali kita mengambil keputusan berdasarkan apa yang akan dipikirkan oleh orang lain, kita sedang menabur benih kegagalan dalam hidup kita.

Ketika kita mengkhawatirkan apa yang dipikirkan oleh orang lain, kemungkinan besar kita melakukan apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang, meski kita tahu itu salah. Kita membuat komitmen-komitmen yang tidak mungkin kita tepati karena motivasi kita di baliknya adalah untuk menyenangkan semua orang. Itulah resep kegagalan. Itulah salah satu alasan Petrus mengecewakan Yesus dengan menyangkal Dia sebanyak tiga kali. Petrus lebih peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain daripada tetap setia kepada Yesus.

Alkitab berkata, “Dan Petrus mengikuti Dia dari jauh sampai ke halaman Imam Besar, dan setelah masuk ke dalam, ia duduk di antara pengawal-pengawal untuk melihat kesudahan perkara itu. Sementara itu Petrus duduk di luar di halaman. Maka datanglah seorang hamba perempuan kepadanya, katanya: “Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu.” Tetapi ia menyangkalnya di depan semua orang, katanya: “Aku tidak tahu, apa yang engkau maksud” (Matius 26:58, 69-70).

Petrus baru saja menghabiskan tiga tahun mengikut Yesus, Anak Allah. Tetapi saat kali pertama ia punya kesempatan untuk menyatakan hak istimewanya, Petrus malah menyangkal Yesus. Petrus lebih mengkhawatirkan apa yang akan dipikirkan orang lain, ketimbang Yesus. Pikirkan beberapa kali kita punya kesempatan untuk berbagi tentang Kristus tetapi ternyata malah tidak berkata apa-apa sebab kita khawatir dengan apa yang akan dipikirkan orang lain.

Pendapat siapa yang lebih penting buat kita selain pendapat Tuhan? Ketika kita membiarkan orang lain menjadi lebih penting daripada Tuhan, maka orang itu berubah fungsinya menjadi Tuhan kita. Itu yang disebut berhala dan itu adalah jebakan menuju kegagalan.

Ketakutan akan ketidaksetujuan dari orang lain selalu berasal dari luka yang tersembunyi. Mungkin itu adalah penolakan di masa lalu. Mungkin juga kebutuhan yang tidak terpenuhi atau trauma yang masih kita simpan hingga sekarang. Itu merupakan luka yang dalam, begitu dalam sehingga tersembunyi di dalam diri kita. Rasa sakit di jiwa itu selalu berkaitan dengan jati diri kita. Jika kita tidak tahu siapa kita, maka kita akan dimanipulasi oleh ketidaksepakatan orang lain sepanjang hidup kita. Kita tidak akan membela apa yang kita yakini atau melakukan apa yang benar.

Alkitab berkata dalam Amsal 29:25, “Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi.” Ketika kita mengenali luka tersembunyi dalam hidup kita, maka Tuhan akan mulai menyembuhkannya. Dan kita dapat hidup merdeka lewat mengetahui bahwa pendapat Tuhanlah yang paling berarti.

Kita mungkin tidak menyadarinya, tetapi ketakutan akan tidak mendapatkan persetujuan dari orang lain menyebabkan lebih banyak masalah dalam hidup kita dibanding hal lainnya.

Tuhan Yesus memberkati.

Sumber : percayasaja.com | Ren