Keluarga adalah tempat pertama bagi kita mengenal segala sesuatu

Berbicara soal keluarga rohani, mungkin sebagian besar dari kita belum tahu sepenuhnya arti tentang sebuah keluarga dalam Tuhan. Kalau menurut Sigmund Freud (yang saya tidak kenal orang ini dan penyebutan namanya begitu sulit untuk diucapkan) keluarga adalah sekumpulan orang (rumah tangga) yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekpresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan. Mungkin saat membaca ini, 50% dari kalian akan melewati kalimat setelah ‘hubungan darah atau perkawinan’. Ya ‘kan? Benar. Manusia cenderung mencari point yang paling penting untuk dapat dipahami. Intinya, keluarga adalah sekumpulan manusia yang terikat dengan hubungan darah.

Mungkin definisi itu hanya berlaku di keluarga versi dunia. Ada ayah, ibu, dan dua anak. Itu pun versi keluarga KB (Keluarga Berencana). Suatu keluarga bisa saja memiliki beberapa anak. Ayah dicirikan sebagai laki-laki pemimpin di keluarga, ibu sebagai penolong keluarga, dan anak sebagai penerus keturunan keluarga. Bagaimana dengan keluarga rohani? Apakah sama dengan keluarga yang kita miliki di dunia?

Keluarga rohani adalah orang-orang yang dihadirkan Tuhan untuk berjaga-jaga atas hidup kita.

Mereka tidak memiliki ikatan darah dengan kita. Wajah beda, bentuk badan beda, bukan dari suku yang sama, semua berbeda. Mereka juga memiliki keluarga jasmani masing-masing. Kalau dilihat dari sudut pandang duniawi, keluarga rohani seperti sahabat yang dianggap keluarga. Tetapi faktanya sungguh berbeda. Arti dari keluarga rohani bukan hanya sekadar sahabat tetapi lebih daripada itu.

Di dalam keluarga rohani juga ada ibu, ayah, dan anak-anak. Ibu rohani memimpin anak perempuan, sedangkan ayah rohani memimpin anak laki-laki. Terkadang ada seseorang yang sampai mempunyai cucu dan cicit rohani. Tokoh Alkitab yang mempunyai anak rohani salah satunya adalah Paulus (1 Timotius 1:2, Filemon 1:10). Hal ini tidak dibatasi oleh usia kita di bumi. Kedewasaan rohani menjadikan mereka untuk mampu membimbing anak-anak yang masih yatim piatu rohani. Bimbingan mereka adalah teguran, didikan, dan nasihat yang penuh kasih.

Sama seperti sidik jari, setiap keluarga mempunyai kepribadian unik dan berbeda-beda. Ada yang ceria, ceplas-ceplos, tegas, lembut, suka peluk, dan lain-lain. Mereka juga belum sempurna dan butuh proses pemulihan.

Keluarga rohani bukan hanya sekadar keluarga, tetapi juga rumah.

Bagai tanaman yang membutuhkan pot untuk tetap bertahan dari hembusan angin, keluarga rohani adalah pot yang solid dan setia mendukung kita untuk menemukan tujuan hidup dalam Tuhan.

Apa yang membedakan keluarga rohani dengan komunitas kekeluargaan lainnya? Perbedaan yang spesifik jelas berbeda ketika kita merasakan bahwa keluarga rohani bukan hanya sekadar keluarga, tetapi juga rumah. Bagai tanaman yang membutuhkan pot untuk tetap bertahan dari hembusan angin, keluarga rohani adalah pot yang solid dan setia mendukung kita untuk menemukan tujuan hidup dalam Tuhan. Saat kita terduduk lemah dan merasa tidak berdaya, mereka ada bukan untuk berdiri di sana dan menyoraki kita agar segera bangkit berdiri dengan cepat. Tetapi mereka ada untuk ikut berlutut di depan kita, mengulurkan tangannya, dan bangkit bersama-sama.

Ada penghiburan setiap bertemu. Ada kerinduan setelah berpisah. Itulah rumah sejati.

Tidak ada persaingan harta. Tidak ada perbandingan kasih sayang. Selalu ada pengampunan tanpa batas. Adanya penerimaan tanpa tolak ukur. Ada penghiburan setiap bertemu. Ada kerinduan setelah berpisah. Itulah rumah sejati. Mereka tidak membuat kita nyaman dengan konteks duniawi, tetapi ada wujud kasih Tuhan yang mengalir. Mereka mendukung keberhasilan kita dalam Tuhan dan juga menerima kegagalan kita di masa lalu. Mereka tidak membiarkan kita untuk menjadi sama seperti dunia, tetapi mengajak kita untuk mengalami pembaruan iman dalam Kristus.

Tentunya mereka ada bukan karena suatu kebetulan. Seperti halnya sebuah meja ada tanpa kursi yang meminta, itu semua adalah inisiatif Tuhan. Ia mengumpulkan kita dengan orang-orang pilihan-Nya untuk mempersiapkan kita menuju kekekalan. Sejauh apapun kita mencoba berlari, sekuat apapun kita untuk menolak, uluran tangan mereka semakin panjang untuk menjangkau kita. Bahkan saat rasanya tidak sanggup untuk menghadapi kita, Tuhan sendiri–dengan tangan kuasa-Nya–akan meraih dan menaruh kita untuk kembali ke rumah.

Mereka memang tidak memiliki ikatan darah dengan kita, tetapi kita disatukan dengan DNA yang sama, yaitu DNA Allah. Kita sama-sama belajar, bertumbuh, dan mengerjakan keselamatan. Melayani Dia sang Bapa yang kekal.