Aksi protes yang dilakukan masyarakat Myanmar terkait ketidaksetujuan mereka atas kudeta yang dilakukan oleh pihak junta militer terus berlanjut.

Unjuk rasa dilakukan hampir setiap hari dan keadaan semakin mencekam setelah demonstrasi berujung bentrok hingga menewaskan kurang lebih 50 warga sipil dan ribuan orang telah ditangkap. Peluru tajam, granat kejut dan gas air mata ditembakkan oleh pihak kepolisian yang didukung pasukan militer Myanmar.

Baru-baru ini beredar sebuah rekaman video yang menunjukkan aksi brutal aparat Myanmar. Dalam video tersebut terlihat polisi menembak demonstran dari titik buta, mengejar, dan menyiksa pengunjuk rasa. Rekaman itu beredar sehari setelah hari paling berdarah di Myanmar, ketika 38 orang warga sipil tewas pada Rabu, 3 Maret 2021, termasuk 4 orang anak-anak. Meski demikian, unjuk rasa tidak berhenti dan tetap berlangsung.

Kami tahu bahwa kami akan ditembak dan terbunuh. Namun, kami tidak mau terus hidup di bawah junta,” kata seorang demonstran.

Pihak militer dikabarkan tidak pandang bulu menembak para demonstran. Mereka telah menangkap ribuan orang yang menentang kudeta, termasuk wartawan yang tegah meliput dan wartawan asing.

Pada sebuah gambar yang beredar di media sosial Twitter terlihat seorang suster Katolik yang berdiri di depan barisan polisi dengan kedua tangan terbuka, seakan memohon mereka untuk menahan diri.

Myanmar jadi seperti medan perang,” kata Kardinal Katolik pertama di negara mayoritas penganut agama Buddha, Charles Maung Bo, yang dikutip oleh The Guardian.

Presiden Amerika, Joe Biden, turut berang melihat pelanggaran Hak Asasi Manusia besar-besaran yang dilakukan pihak militer Myanmar.

Ia menjatuhkan 2 sanksi terhadap Myanmar sebagai upaya menghambat militer Myanmar. Salah satu langkah yang diambil Washington adalah menetapkan pembatasan perdagangan di Kementerian Pertahanan Myanmar, Kementerian Dalam Negeri, dan konglomerat militer MEC dan MEHL, yang berlaku efektif pada 8 Maret, menurut pengajuan pendaftaran federal. Amerika juga membekukan dana sekitar US$1 milyar atau sekitar 14 triliun rupiah yang sebelumnya ingin dipindahkan junta militer Myanmar dari Federal Reserve Bank of New York.

Uni Eropa (UE) juga menangguhkan dukungan untuk proyek-proyek pembangunan untuk menghindari pemberian bantuan keuangan kepada militer, kata para pejabat pada hari Kamis, 4 Maret 2021. Dukungan dalam beberapa tahun terakhir telah melibatkan lebih dari 200 juta euro atau sekitar Rp 3 triliun dalam beberapa program.

PBB juga turut mengecam aksi militer Myanmar yang sewenang-wenang.

Pakar independen PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews, menyerukan bahwa tidak cukup dunia hanya mengutuk saja apa yang terjadi di Myanmar, tetapi harus ada tindakan lain.

Kata-kata kutukan memang perlu dan disambut baik, tetapi itu tidak cukup. Dunia harus bertindak, kita semua harus bertindak,” demikian pernyataannya pada hari Senin, 1 Maret 2021.

Sementara itu, pemerintah Indonesia meminta warganya segera meninggalkan negara tersebut. Diketahui hingga saat ini, sebanyak 441 WNI masih berada di Myanmar. Jumlah tersebut sudah termasuk dengan staf dan diplomat di KBRI Yangon.

Kita juga sampaikan agar WNI yang tidak punya kepentingan dan kegiatan agar meninggalkan Myanmar dengan pesawat yang berangkat dari Myanmar via Kuala Lumpur dan Singapura, kita infokan,” kata Dubes RI untuk Myanmar, Iza Fadri. Selain Indonesia, Singapura juga meminta warganya untuk keluar dari Myanmar.

Mari kita mengambil waktu untuk berdoa bagi Myanmar agar krisis dan gejolak politik yang sedang terjadi dapat segera diselesaikan dengan damai. Mari kita berdoa agar tidak ada lagi korban berjatuhan dan agar warga Myanmar dapat tetap kuat. Tak lupa, berdoa juga untuk umat Kristen di Myanmar, agar di dalam masa kesesakan ini, iman mereka tetap dikuatkan dan terus dapat bercahaya terang.

Sumber : berbagai sumber | percayasaja.com