Seorang pendeta di provinsi Papua yang meninggal dunia pada bulan September lalu dicurigai ada campur tangan aparat.

Pendeta yang berusia 67 tahun tersebut dikenal sebagai penerjemah Alkitab ke dalam bahasa Papua dialek Moni. Ia ditemukan oleh istrinya terbaring telungkup di kandang babi, dengan luka tembak dan lengan kirinya hampir putus. Akan tetapi, kasus ini tidak kunjung berlanjut ke pengadilan meskipun Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, telah meminta Polri dan Kejaksaan untuk menyelesaikannya sesuai hukum yang berlaku tanpa pandang bulu.

Berdasarkan investigasi Komisi Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, penyebab kematian Pendeta Yeremia adalah karena kehabisan darah, sebab luka-luka yang ditemukan di tubuh Pendeta Yeremia bukan di titik vital. Pendeta Yeremia juga masih bertahan hidup dan berkomunikasi setelah ditemukan di kandang babi.

“Komnas HAM menyimpulkan bahwa Pendeta Yeremia Zanambani mengalami penyiksaan dan atau tindakan kekerasan lainnya berupa tembakan ditujukan ke lengan kiri korban dari jarak kurang dari satu meter pada saat posisi korban berlutut,” tutur Choirul Anam. “Korban mengalami tindakan kekerasan lain berupa jeratan. Jeratan yang di leher, jeratan yang intravital itu, bisa dengan tangan, bisa juga dengan sebuah alat untuk memaksa korban berlutut, yang dibuktikan dengan jejak abu tungku yang terlihat pada lutut kanan korban yang terlihat pada foto. Ketika kami rekonstruksi di olah TKP, memang memungkinkan itu terjadi,” tambahnya.

Pada hari Senin, Komnas HAM mengatakan bahwa tim investigasi percaya bahwa pada akhir September, Yeremia Zanambani, pemimpin Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) tersebut, disiksa oleh anggota TNI untuk mendapatkan informasi tentang pencurian senjata api, seperti informasi yang dihimpun oleh CNN Indonesia.

Investigasi itu didasarkan fakta bahwa menjelang penembakan terhadap Pendeta Yeremia, TNI sempat mengumpulkan warga setempat untuk mencari senjata api yang dirampas Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Dalam pengumpulan massa tersebut, Pendeta Yeremia disebut sebagai salah satu musuh oleh salah satu anggota militer. Sehingga dicurigai bahwa Pendeta Yeremia sudah menjadi target oleh terduga pelaku. Terduga pelaku ternyata merupakan seorang yang dekat dengan Pendeta Yeremia, bahkan sering makan dan menumpang di rumah Pendeta Yeremia.

Komnas HAM melaporkan bahwa korban sebelum meninggal dunia mengungkap identitas pelaku kepada dua orang saksi. Ada pula pengakuan saksi-saksi lainnya yang melihat anggota TNI tersebut berada di sekitar TKP pada waktu kejadian bersama dengan tiga atau empat anggota lainnya.

 

Sumber : berbagai sumber