Kasus pelecehan seksual oleh salah satu pendeta sebuah gereja besar di Surabaya akhirnya tuntas sejak terkuak pada tahun 2020 lalu.

Pada hari Senin, 12 April 2021, Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasi yang diajukan tersangka Hanny Layantara yang merupakan gembala gereja Happy Family Center (HFC) Surabaya. MA telah memutuskan tersangka dinyatakan bersalah dan divonis 11 tahun penjara ditambah denda sebesar seratus juta rupiah. Putusan ini lebih berat satu tahun dari putusan Pengadilan Negeri Surabaya pada September tahun lalu.

Kasus ini terkuak saat korban akan menikah pada awal tahun 2020. Saat membicarakan pernikahan dengan keluarga, tiba-tiba korban menjadi histeris dan menolak acara pemberkatan digelar di gereja HFC, di mana Pendeta Hanny selaku gembala akan memimpin prosesi pemberkatan tersebut.

Dari sanalah terkuak bahwa korban telah dilecehkan selama 6 tahun sejak ia berusia 12 tahun, tepatnya pada tahun 2005-2011, bukan 17 tahun seperti yang diberitakan sebelumnya. Namun, mulai tahun 2009-2011, intensitas perbuatan amoral tersebut mulai berkurang kepada korban. Sebab saat itu, pendeta Hanny telah mengangkat anak perempuan selain korban. Orang tua korban memang kenal baik dengan pendeta Hanny, sehingga korban memang dititipkan orang tuanya kepada pendeta Hanny.

Pendeta Hanny dilaporkan ke Polda Jawa Timur pada bulan Februari 2020. Pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan tersebut dan membekuk Pendeta Hanny saat akan melarikan diri ke Amerika pada Maret 2020 lalu.

Direskrimum Polda Jatim Kombes Pitra Andrias Ratulangi mengatakan bahwa pencabulan tersebut terjadi di kamar Hanny dan di ruang tamu di lantai 4 kediamannya. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar karena tahu korban adalah anak yang tak berdaya dan lemah.

“Kebetulan kan tempat ibadah itu ada di situ juga, di kompleks yang sama. Perbuatan itu bukan di dalam gereja, tapi di kamar tidur tersangka. Masih satu area,” kata Pitra.

Menjadi Hamba Tuhan bukan soal jabatan, tetapi sikap hati di hadapan Tuhan dan sesama

Kejadian ini mengingatkan kita semua untuk menyadari bahwa menjadi “hamba Tuhan” bukan perkara memiliki jabatan sebagai pendeta atau gembala sebuah gereja. Menjadi hamba Tuhan artinya kita menjadi hamba di hadapan Tuhan; kita menundukkan diri kita/dosa kita di hadapan Tuhan.

Tidak ada satupun manusia yang sempurna yang tidak bisa luput dari dosa. Tetapi hamba Tuhan yang sejati terus mau diproses dan memenangkan semua pertarungan kita melawan dosa dan kedagingan kita.

Sumber : berbagai sumber