Alkisah ada seorang bapa yang memiliki dua anak laki-laki. Suatu ketika, ia pergi dan menyuruh anaknya yang pertama untuk mengerjakan kebun anggurnya. Si sulung tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan, namun di akhir hari, ia tidak melangkahkan kakinya untuk melaksanakan amanat bapanya. Kemudian pergilah juga bapa tersebut pada anak keduanya. Si bungsu mengatakan dengan tegas bahwa ia enggan mengerjakan pekerjaan itu. Namun akhirnya, ia pun menyesal dan melakukan permintaan sang bapa.

Kutipan kisah dalam Matius 21:28–32 ini dapat menggambarkan dua sikap yang dilakukan satu orang pada waktu yang berbeda. Di satu waktu, kita bisa menjadi anak yang begitu manis pada awal perjalanan. Lalu datanglah badai pencobaan dan ketika iman kita diuji, kita dengan segera melupakan janji awal kita kepada Bapa Sorgawi.

Pada saat yang lain, kita bisa menjadi anak yang begitu bandel dan ogah-ogahan ketika kita perlu memberikan nazar yang pasti. Tetapi pada saat yang menentukan, kita bisa merasa menyesal dan bertobat, kembali mengerjakan kerinduan Bapa Sorgawi kita. Dalam kelanjutan ilustrasi ini, diceritakan bahwa anak yang terakhirlah yang melakukan kehendak bapa. Tetapi yang menjadi sorotan kita pada kesempatan ini ialah sikap si sulung: bagaimana bisa seorang yang demikian tidak melakukan kehendak bapa?

Jawabannya terletak pada roh pasif.

Apa roh pasif itu?

Wahyu menyatakan secara implisit bahwa roh pasif merupakan keadaan stagnan akibat sikap suam-suam kuku. Roh pasif ialah keadaan ketika kita tidak melakukan apa-apa saat Tuhan menginginkan kita bergerak untuk mimpi-Nya. Tuhan sangat tidak menyukai keberadaan roh pasif, sampai-sampai Ia akan memuntahkan orang yang demikian dari mulut-Nya.

“Dan, kepada malaikat jemaat di Laodikia tuliskanlah: Inilah perkataan Sang Amin, saksi yang setia dan benar, awal dari segala ciptaan Allah: Aku tahu perbuatan-perbuatanmu, bahwa kamu tidak dingin ataupun panas. Alangkah baiknya jika kamu dingin atau panas.
Jadi, karena kamu hangat, tidak panas ataupun dingin, Aku akan memuntahkanmu dari mulut-Ku.
(Wahyu 3:14-16)

Roh pasif bisa berupa:

Roh ketakutan

Sebagai raja umat pilihan Allah, Ahab seharusnya menggantungkan diri kepada Bapa ketika mendapat intimidasi yang sangat besar. Terkepung dari segala arah oleh pasukan raja Aram bernama Benhadad, Ahab tidak melakukan apa-apa sama sekali, membiarkan dirinya tenggelam dalam roh ketakutan dan membiarkan kerajaannya direnggut. Roh ketakutan akan berujung pada roh pasif yang tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Tuhan.

Roh kemalasan

“Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh Tuhan nenek moyangmu?” (Yosua 18:3)

Roh pasif bisa berupa roh kemalasan. Seperti ilustrasi pada bagian prolog, si sulung bisa saja berapi-api di awal, namun kemalasan bisa menerjang dirinya sehingga ia tidak mengerjakan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Terkadang, ladang sudah siap dipanen, tetapi roh pasif berupa kemalasan pribadi kita akan menghambat pertumbuhan jiwa dan roh kita dalam Tuhan.

Roh yang meragukan kerinduan Tuhan

Dalam 2 Raja-raja 7:1–18, seorang ajudan raja menunjukkan kebimbangan atas sabda Tuhan yang disampaikan melalui nabi Elisa. Seperti Thomas yang tidak percaya, Elisa menyatakan kepada ajudan itu bahwa sesungguhnya orang yang tidak percaya akan ikut menyaksikan kuasa Allah, tetapi tidak akan ikut menikmati bagian di dalamnya. Roh pasif dan sikap yang tinggal diam saja akan membuat kita melewatkan begitu banyak hal dalam rencana Bapa. Ketika kita tidak percaya, Tuhan pun tidak akan menaruh tonggak kepercayaan-Nya dalam diri kita.

Cinta kepada Tuhan itu bagaikan api yang membara. Oleh karena itu, roh pasif dan suam-suam-suam kuku akan membunuh dan membinasakan api cinta itu.

Bagaimana seseorang dapat mempertahankan kasih dengan bersikap pasif? Bahwasanya cinta berbicara tentang pengorbanan nyata terhadap orang yang kita kasihi. Tuhan menghendaki orang yang berapi-api untuk memiliki buah berkali-kali lipat, tetapi orang yang suam-suam kuku tidak berakar dengan benar. Seperti yang diberitakan Paulus dalam Roma 12:11, #JanganKasihKendor atas ketekunan dan kerajinan kita dalam Tuhan!

Sumber : Grahacmc.org