Bulan Agustus merupakan bulan bersejarah bagi rakyat Indonesia karena di bulan inilah, Indonesia merdeka dari penjajahan selama lebih dari tiga abad. Kemerdekaan Indonesia ternyata juga tidak lepas dari tokoh-tokoh Kristen di dalamnya. Banyak nama besar yang memegang peran penting dalam kemerdekaan ternyata beragama Kristen.

Letnan Jenderal T.B. Simatupang

Letnan Jenderal Tahi Bonar Simatupang atau yang lebih dikenal sebagai T. B. Simatupang lulus dari akademi militer kerajaan (KMA). Kemudian ia ditugaskan di bawah kepemimpinan Jepang untuk pertama kali di Jakarta.

Ia bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 agustus 1945 dan turut serta mengamankan serangan Belanda yang berniat kembali menguasai Indonesia. Ia juga sempat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang (WAKSAP) pada tahun 1948-1949.

T. B. Simatupang juga mewakili TNI dalam delegasi RI menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, belanda. Ia kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Perang RI (KSAP) dengan pangkat Mayor Jenderal, sebagai pengganti Jenderal Sudirman yang wafat tahun 1950 akibat penyakit TBC.

Beliau resmi pensiun dari dinas militer pada usia 39 tahun, di tanggal 21 Juli 1959 dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. Setelah pensiun, ia aktif dalam pelayanan gereja, bahkan pernah menjabat sebagai Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Ketua Dewan Gereja-Gereja Asia, hingga Ketua Dewan Gereja-Gereja sedunia.

T. B. Simatupang meninggal pada tahun 1990 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Pada tanggal 8 November 2013, beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan besar di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.

Adisucipto

Agustinus Adisucipto atau biasa dikenal dengan Adisucipto adalah seorang komodor udara Indonesia . Ia mengenyam pendidikan Sekolah Tinggi Kedokteran di Belanda dan lulusan Sekolah Penerbangan Militer di Kalijati.

Pada saat Agresi Militer Belanda I, ia diperintahkan untuk membawa bantuan obat-obatan. Namun, sebelum sampai di tempat, pesawat tersebut ditembaki oleh pasukan Belanda yang menyebabkan pesawat hilang kendali dan jatuh dan langsung terbakar. Semua orang di pesawat meninggal dunia, hanya pesawatnya yang berhasil selamat.

Pattimura

Thomas Matulessy Pattimura, atau yang dikenal sebagai Kapitan Pattimura berasal dari Haria, Saparua, Maluku. Pada tahun 1810, Kepulauan maluku diambil alih oleh Inggris dan Pattimura menerima pelatihan militer dari tentara Inggris dan mencapai pangkat sersan mayor.

Ia memimpin perlawanan rakyat Maluku pada Belanda yang dikenal dengan Perang Pattimura. Pattimura menolak untuk menerima pemulihan kekuasaan Belanda karena merasa bahwa mereka akan berhenti membayar guru-guru agama Kristen pribumi seperti yang telah dilakukan Belanda sebelumya. Ia juga khawatir dengan usulan peralihan mata uang kertas akan membuat orang Maluku dan gereja tidak dapat membantu orang miskin karena hanya uang koin yang dianggap sah.

Namun sayangnya, perjuangan Pattimura berujugn pada penyergapan yang dilakukan oleh pengkhianatan dari rekan-rekannya sendiri. Ia dan rekan-rekannya dijatuhi hukuman mati oleh Belanda. Pada 16 Desember 1817, Pattimura dan rekan-rekannya digantung di depan Benteng Nieuw Victoria di Ambon.

Dr. Johannes Leimena

Johannes Leimena melihat kurangnya kepedulian sosial umat Kristiani terhadap nasib bangsa yang mendorongnya untuk membentuk Gerakan Oikumene. Melalui gerakan ini, ia diberi kepercayaan untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung pada tahun 1926.

Ia menjadi menteri kesehatan sekaligus menjadi diplomat yang diutus ke perundingan-perundingan, seperti perundingan Linggarjati, Renville, Roem-Roeijen dan Konferensi Meja Bundar (KMB). Sebagai Menteri Kesehatan, Johannes Leimena memprioritaskan pencegahan penyakit di wilayah pedesaan dan melandasi sistem Puskesmas yang ada hingga saat ini. Ia adalah menteri terlama dan yang paling dekat dengan Presiden Soekarno. Bahkan di masa orde baru, Leimena menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung yang berfungsi memberi nasihat kepada presiden.

Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi

Sam Ratulangi, demikian ia lebih dikenal, adalah seorang politikus, jurnalis dan guru yang berasal dari Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Ia termasuk anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang menghasilkan Undang-Undang Dasar RI, sekaligus Gubernur Sulawesi pertama. Ia menerbitkan buku Indonesia in de Pacific yang isinya peringatan terhadap militerisasi Jepang dan juga menyampaikan alasan kemungkinan Jepang menyerang Indonesia karena sumber daya alam yang tidak dimiliki Jepang.

Beliau berkali-kali masuk penjara dan diasingkan karena tulisan-tulisannya yang dinilai sebagai ancaman oleh penjajah. Ia meninggal pada tanggal 30 Juni 1949 sebagai tahanan rumah. Ia dimakamkan sementara di Tanah Abang, namun pada tanggal 23 Juli 1949, jenazahnya dipindahkan ke Tondano.

Ia dikenal dengan filsafatnya “Si tou timou tumou tou” yang jika diartikan secara harfiah berbunyi “orang hidup menghidupi orang lain,” yang berarti manusia baru dapat disebut sebagai manusia jika sudah dapat memanusiakan manusia. Nama Sam Ratulangi diabadikan menjadi nama bandar udara dan juga nama universitas negeri di Manado. Kementrian Keuangan juga mengeluarkan uang baru seri 2016 di mana pecahan Rp. 20.000 menggambarkan Sam Ratulangi di bagian depan.