Teknologi yang serba canggih mempermudah kehidupan umat manusia di seluruh dunia saat ini. Ada makanan cepat saji, electronic mail, berita melalui internet, dan masih banyak lagi. Manusia semakin terbiasa dan menyukai segala sesuatu yang instan. Tetapi, pernahkah kita mempertimbangkan dampak yang dibawa oleh gaya hidup instan?

Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. (1 Korintus 10:23)

Sesuatu yang instan memang diperbolehkan, karena manusia memiliki kehendak bebas dari Tuhan. Namun perlu dipikirkan bahwa sesuatu yang instan tersebut belum tentu baik untuk kita. Begitu pula dalam kehidupan iman; ketika iman yang diperoleh terbentuk secara instan, kita perlu bertanya, “apakah iman yang instan itu bisa teruji oleh waktu?”

Ujilah Segala Sesuatu dan Pegang yang Baik

Hari-hari ini, banyak orang yang jatuh dalam dosa keinginan untuk mendapatkan kekayaan secara instan, perselingkuhan karena ada masalah rumah tangga, pembunuhan dan perdukunan karena kebencian terhadap seseorang, semuanya didasari oleh motivasi dengan mental instan dan diperoleh melalui cara-cara yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Memiliki rancangan memang baik, tetapi, seperti yang dikatakan Paulus dalam jemaat di Tesalonika, seseorang perlu menguji segala sesuatu dan memegang prinsip yang baik (1 Tesalonika 5:21). Seringkali, kita terjebak dalam rangkaian kegiatan dan aktivitas rutin yang melelahkan sehari-hari. Meski demikian, ambillah waktu sejenak untuk menilik kembali hati Anda, ke arah manakah tujuan dari segala kesibukanmu tersebut sepanjang hari ini? Apakah untuk karir pribadi, untuk orang lain, ataukah engkau sudah melakukan segala sesuatu untuk Tuhan?

Di dalam perjalanan kita mengikut Tuhan, kita akan mengalami yang namanya proses. Proses ini yang membentuk kita. Proses juga akan menguji kesabaran kita.

Ketika seseorang menolak untuk diproses, tidak ingin menjadi pribadi yang disiplin, jujur, dan bekerja keras, ia sebenarnya sedang menolak untuk menjadi dewasa. Karena sebenarnya proses membawa seseorang untuk mengalami pendewasaan diri, belajar untuk memahami hati Tuhan, dan memiliki kapasitas untuk sesuatu yang lebih besar. Orang yang menghalau proses tidak akan dipercaya lebih oleh Tuhan untuk mengerjakan bagian dalam kerajaan-Nya.

Sebuah Proses Melawan Kedagingan Kita

Tentu, perjalanan sebuah proses tidak selalu mudah karena seseorang harus melawan kedagingannya. Namun, buah yang dihasilkan akan manis, sebab Tuhan menyediakan segala sesuatunya bagi mereka yang mengasihi Dia (1 Korintus 2:9). Hal ini jugalah yang telah dirasakan oleh Daud sepanjang perjalanan hidupnya pada 1 Samuel 16:1-23. Pada awalnya, Daud dipercaya untuk menggembalakan kambing dan domba, yakni sebuah pekerjaan yang dipandang rendah dan tidak bernilai oleh saudara dan bahkan orang tuanya pada zaman itu. Akan tetapi, Daud tidak menggerutu tetapi dia mengerjakannya dengan tekun dan dengan hati yang gembira. Hati Daud yang begitu peka terhadap Tuhan dan menjaga tingkah lakunya sesuai Firman menyentuh dan memikat hati Tuhan.

Hingga suatu saat, Daud diurapi dan sejak saat itu sampai dengan seterusnya, berkuasalah Roh Tuhan atas dia (1 Samuel 16:13b). Ketika Daud jatuh dalam dosa, ia segera menyesal dan langsung bertobat, ia benar-benar berkabung atas dosanya. Sudahkah hati dan hidup Anda menyentuh hati Tuhan sedemikian rupa seperti layaknya seorang Daud?

Untuk memiliki hati yang baru, seseorang perlu mengalami pembaruan yang mencakup keseluruhan pikiran, perasaan, dan roh di dalam dirinya.

Yosua 18:3 menyatakan, “Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allah nenek moyangmu?” Selain itu, seseorang tidak dapat tinggal pada dasar-dasar lama yang ia pegang, tetapi memusatkan diri pada Kristus. Sebab, seperti yang dituliskan dalam Matius 9:17,

“Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya.

Oleh karena itu, baiklah kita senantiasa mengalami pembaruan hati setiap hari dan setiap waktu, mengalami proses Tuhan seiring berjalannya waktu dan tidak berpegang pada hal-hal instan yang mendatangkan maut.